Beranda | Artikel
Tata Cara Menshalatkan Jenazah
Selasa, 8 Agustus 2023

TATA CARA MENSHALATKAN JENAZAH

Menyaksikan jenazah dan mengikutinya mengandung faedah besar, yang terpenting adalah: Menunaikan hak jenazah dengan menshalatkannya, memohon syafaat dan berdoa untuknya, menunaikan hak keluarganya, menghibur perasaan mereka saat mendapat musibah kematian, memperoleh pahala besar bagi pelayat, mendapatkan nasehat dan pelajaran dengan menyaksikan jenazah, pemakaman, dan yang lainnya.

Shalat jenazah adalah fardhu kifayah, yaitu tambahan pahala orang-orang yang shalat dan syafaat kepada orang-orang wafat. Disunnahkan (dianjurkan) banyak yang menshalatkannya.  Bilamana yang menshalatkan lebih banyak dan lebih bertakwa tentu lebih utama.

عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: سمعت رسول الله- صلى الله عليه وسلم- يقول: «مَا مِنْ رَجُلٍ مُسْلِمٍ يَمُوتُ فَيَقُومُ عَلَى جَنَازَتِهِ أَرْبَعُونَ رَجُلاً، لا يُشْرِكُونَ بِالله شَيْئًا إلا شَفَّعَهُمُ الله فِيهِ». أخرجه مسلم.

Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, ia berkata, ‘Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidak ada seorang muslim yang meninggal dunia, lalu berdiri di atas jenazahnya empat puluh (40) orang laki-laki yang tidak menyekutukan sesuatu dengan-Nya melainkan Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima syafaat mereka padanya.” HR. Muslim.[1]

Orang yang melaksanakan shalat lebih dulu berwudhu, menghadap kiblat, dan meletakkan jenazah di antara dia dan kiblat.

Tata-cara shalat terhadap Jenazah.
Imam disunnahkan berdiri di sisi kepala jenazah laki-laki dan di tengah jenazah perempuan. Bertakbir empat kali, terkadang lima, atau enam, atau tujuh atau sembilan. Terutama kepada para ulama, orang shalih dan taqwa, dan yang berjasa terhadap Islam. Dilakukan seperti ini sekali, dan seperti ini sekali, untuk menghidupkan sunnah.

Melakukan takbir pertama sambil mengangkat kedua tangannya hingga kedua pundaknya, atau sampai kedua telinganya. Demikian pula takbir-takbir selanjutnya. Kemudian ia meletakkan tangan kanannya di atas punggung telapak tangan kirinya di atas dadanya, tidak membaca doa iftitah. Kemudian berta’awwudz (membaca A’udzubillahi minash-syaitaanirrajim), membaca basmalah, membaca al-Fatihah pelan-pelan dan terkadang membaca surah bersamanya.

Kemudian bertakbir yang kedua dan membaca:

 «اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إبْرَاهِيمَ، إنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إبْرَاهِيمَ، إنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ». متفق عليه

‘Ya Allah, berilah rahmat kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keluarga Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana Engkau memberi rahmat kepada Ibrahim Alaihissallam dan keluarga Ibrahim Alaihissallam. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah, berilah berkah kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keluarga Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana Engkau berikan berkah kepada Ibrahim Alaihissallam dan keluarga Ibrahim Alaihissallam. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.” Muttafaqun ‘alaih.[2]

Kemudian melakukan takbir yang ketiga dan berdoa dengan ikhlas  dengan doa yang diriwayatkan dalam hadits, di antaranya adalah:

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِحَيِّنَا وَمَيِّتِنَا، وَشَاهِدِنَا وَغَائِبِنَا، وَصَغِيرِنَا وَكَبِيرِنَا، وَذَكَرِنَا وَأُنْثَانَا، اللَّهُمَّ مَنْ أَحْيَيْتَهُ مِنَّا فَأَحْيِهِ عَلَى الإسْلامِ، وَمَنْ تَوَفَّيْتَهُ مِنَّا فَتَوَفَّهُ عَلَى الإيمَانِ، اللَّهُمَّ لا تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ، وَلا تُضِلَّنَا بَعْدَهُ». أخرجه أبو داود وابن ماجه.

Ya Allah, ampunilah kami yang hidup dan mati, yang hadir dan gaib, kecil dan besar, laki-laki dan perempuan. Ya Allah, siapapun yang Engkau hidupkan dari kami, maka hidupkanlah ia di dalam Islam, dan siapapun yang Engkau wafatkan dari kami maka wafatkanlah dia di atas iman. Ya Allah SWT, janganlah Engkau menghalangi kami dari pahalanya dan janganlah Engkau sesatkan kami sesudahnya.” HR. Abu Daud dan Ibnu Majah.[3]

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ، وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ مُدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ بِالمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالبَرَدِ، وَنَقِّهِ مِنَ الخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الأبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ دَاراً خَيْراً مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلاً خَيْراً مِنْ أَهْلِهِ، وَزَوْجاً خَيْراً مِنْ زَوْجِهِ، وَأَدْخِلْهُ الجَنَّةَ، وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ القَبْرِ أَوْ مِنْ عَذَابِ النَّارِ». أخرجه مسلم.

Ya Allah, ampunilah dan berilah rahmat kepadanya, maafkanlah dia, muliakanlah tempatnya, luaskanlah tempat masuknya, cucilah dia dengan air, salju, dan batu es. Bersihkanlah dia dari segala kesalahan sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran. Gantilah kepadanya negeri yang lebih baik dari negerinya, istri yang lebih baik dari istrinya, masukkanlah ia ke dalam surga, dan lindungilah ia dari siksaan kubur (atau siksaan neraka).’ HR. Muslim.[4]

اللَّهُمَّ إنَّ فُلانَ بْنَ فُلانٍ فِي ذِمَّتِكَ وَحَبْلِ جِوَارِكَ، فَقِهِ مِنْ فِتْنَةِ القَبْرِ، وَعَذَابِ النَّارِ، وَأَنْتَ أَهْلُ الوَفَاءِ وَالحَقِّ، فَاغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ، إنَّكَ أَنْتَ الغَفُورُ الرَّحِيمُ». أخرجه أبو داود وابن ماجه.

Ya Allah, sesungguhnya fulan bin fulan berada dalam jaminan-Mu dan ikatan perlindungan-Mu, maka peliharalah dia dari fitnah kubur dan siksaan neraka. Engkau yang paling menepati janji dan paling benar. Ampuni dan berilah rahmat kepada-Nya. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’ HR. Abu Daud  dan Ibnu Majah.[5]

Jika yang meninggal dunia seorang anak kecil, ia menambah:

اللَّهُمَّ اجْعَلْهُ لَنَا سَلَفًا، وَفَرَطاً، وَأَجْراً، وَذُخْراً. أخرجه البيهقي.

‘Ya Allah, jadikanlah ia pendahulu, pahala dan simpanan bagi kami.‘ HR. al-Baihaqi.[6]

Kemudian ia bertakbir yang keempat dan berdiri sebentar sambil berdoa. Kemudian ia membaca salam ke sebelah kanan. Dan jika terkadang ia membaca salam ke sebelah kiri maka tidak mengapa.

Barang siapa yang ketinggalan takbir, ia mengqadhanya menurut tata-caranya. Dan jika ia tidak mengqadhanya dan salam bersama imam, maka shalatnya sah insya Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sunnah bahwa jenazah dishalatkan secara berjamaah dan jumlah shaf (barisan) tidak kurang dari tiga shaf (baris). Dan apabila berkumpul beberapa jenazah, disunnahkan yang berada didekat adalah jenazah laki-laki, kemudian anak-anak, kemudian perempuan, dan menshalatkan mereka satu kali shalat. Dan boleh satu kali shalat untuk satu orang jenazah.

Doa pada shalat jenazah menurut keadaan jenazah. Laki-laki seperti doa yang telah lalu, dimu`annatskan dhamir (kata ganti) bersama jenazah perempuan, dijama’kan dhamir apabila terdiri dari beberapa jenazah. Jika semuanya perempuan, ia berdoa: ( اللهم اغفر لهن ) allahummaghfir lahunna (ya Allah, ampunilah mereka) dan seterusnya. Jika ia tidak mengetahui yang didepan, laki-laki atau perempuan, boleh ia berdoa:(  اللهم اغفر له ) Allahummaghfir lahu (Ya Allah ampunilah dia (lk), atau (أو اغفر لها ) allahummaghfir laha (Ya Allah ampunilah dia (pr)).

Para syuhada yang mati syahid dalam peperangan fi sabilillah, imam (pempimpin) diberi pilihan pada mereka. Jika dia menghendaki, dia menshalatkan mereka dan jika dia tidak menghendaki, dia meninggalkan shalat jenazah untuk mereka, dan shalat lebih utama. Dan mereka dimakamkan di tempat mereka meninggal dunia. Para syuhada selain mereka, seperti yang mati tenggelam, terbakar dan semisal mereka. Mereka adalah para syuhada dalam pahala akhirat, akan tetapi tetap dimandikan, dikafani, dishalatkan seperti selain mereka.

Disunnahkan shalat terhadap jenazah muslim, baik dia seorang yang shaleh atau fasik, akan tetapi orang yang meninggalkan shalat selama-lamanya tidak dishalati.

Orang yang bunuh diri dan khianat dari harta ghanimah, imam atau wakilnya tidak boleh menshalatkan keduanya sebagai hukuman baginya dan peringatan bagi yang lain, dan kaum muslimin tetap menshalatkannya.

Seorang muslim yang ditegakkan atasnya had (hukuman) rajam atau qishash, dimandikan dan dishalatkan atasnya shalat jenazah.

Keutamaan shalat Jenazah dan mengiringinya sampai dikebumikan.
Sunnah mengiringi jenazah karena iman dan berharapkan pahala hingga dishalatkan dan selesai menguburnya.

Mengikuti/mengiringi jenazah hanya untuk laki-laki, bukan wanita. Jenazah tidak boleh diikuti suara, api, bacaan, dan tidak pula zikir.

عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله- صلى الله عليه وسلم- قال: «مَنْ اتَّبَعَ جَنَازَةَ مُسْلِمٍ إيمَاناً وَاحْتِسَاباً، وَكَانَ مَعَهُ حَتَّى يُصَلَّى عَلَيْهَا وَيُفْرَغَ مِنْ دَفْنِهَا، فَإنَّهُ يَرْجِعُ مِنَ الأَجْرِ بِقِيْرَاطَينِ، كُلُّ قِيرَاطٍ مِثْلُ أُحُدٍ، وَمَنْ صَلَّى عَلَيْهَا ثُمَّ رَجَعَ قَبْلَ أَنْ تُدْفَنَ فَإنَّهُ يَرْجِعُ بِقِيرَاطٍ». متفق عليه

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barang siapa yang mengikuti jenazah seorang muslim karena iman dan mengharap pahala, dan ia tetap bersamanya hingga dishalatkan dan selesai menguburnya, maka sesungguhnya ia pulang membawa pahala dua qirath, setiap qirath seperti bukit Uhud. Dan barang siapa yang shalat atasnya, kemudian kembali sebelum dimakamkan, maka sesungguhnya ia pulang dengan pahala satu qirath.’ Muttafaqun ‘alaih.[7]

Tempat shalat Jenazah.
Menshalatkan jenazah di tempat yang disiapkan untuk shalat jenazah adalah sunnah dan itulah yang lebih utama. Dan boleh dishalatkan di dalam masjid sewaktu-waktu. Barang siapa yang ketinggalan shalat jenazah, yang utama adalah menshalatkannya setelah dimakamkan dan barang siapa yang dikuburkan dan belum dishalatkan, maka dishalatkan di atas kuburnya.

Apabila seseorang meninggal dunia dan engkau ahli untuk melaksanakan shalat dan dikhithab untuk menshalatkannya dan engkau belum menshalatkannya, maka kamu boleh shalat di atas kuburnya.

Hukum shalat terhadap Jenazah yang ghaib.
Disunnahkan shalat terhadap jenazah yang ghaib, yang belum dishalatkan atasnya.

عن أبي هريرة رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ الله- صلى الله عليه وسلم- نَعَى لِلنَّاسِ النَّجَاشِيَّ فِي اليَومِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ، فَخَرَجَ بِهِمْ إلَى المُصَلَّى، وَكَبَّرَ أَرْبَعَ تَكْبِيراتٍ. متفق عليه.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi kabar duka cita kematian an-Najasyi di hari wafatnya. lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar bersama mereka ke mushalla dan bertakbir empat kali takbir.’ Muttafaqun ‘alaih.[8]

Disunnahkan bersegera mengurus jenazah, menshalatkannya, dan pergi dengannya ke pemakaman.

عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي- صلى الله عليه وسلم- قال: «أَسْرِعُوا بِالجَنَازَةِ، فَإنْ تَكُ صَالِحَةً، فَخَيْرٌ تُقَدِّمُونَهَا إلَيْهِ، وَإنْ تَكُ سِوَى ذَلِكَ، فَشَرٌّ تَضَعُونَهُ عَنْ رِقَابِكُمْ». متفق عليه.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, ‘Bersegeralah mengurus jenazah, jika ia seorang yang shalih, maka kebaikan yang kamu dahulukan kepadanya. Dan jika ia selain yang demikian itu, maka keburukan yang kamu letakkan dari pundakmu.’ Muttafaqun ‘alaih.[9]

Perempuan seperti laki-laki, apabila jenazah sudah ada di mushalla atau di masjid, sesungguhnya ia menshalatkannya bersama kaum muslimin, dan untuknya pahala seperti untuk laki-laki dalam menshalatkan dan ta’ziyah.

Waktu-waktu yang jenazah tidak boleh dimakamkan dan tidak boleh dishalatkan.

عن عُقبة بن عامر الجُهَنِي رضي الله عنه قال: ثَلَاثُ سَاعَاتٍ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْهَانَا أَنْ نُصَلِّيَ فِيهِنَّ ، أَوْ أَنْ نَقْبُرَ فِيهِنَّ مَوْتَانَا: « حِينَ تَطْلُعُ الشَّمْسُ بَازِغَةً حَتَّى تَرْتَفِعَ، وَحِينَ يَقُومُ قَائِمُ الظَّهِيرَةِ حَتَّى تَمِيلَ الشَّمْسُ، وَحِينَ تَضَيَّفُ الشَّمْسُ لِلْغُرُوبِ حَتَّى تَغْرُبَ. رواه مسلم

Dari ‘Uqbah bin ‘Amir al-Juhani Radhiyallahu anhu, ia berkata, ‘Tiga waktu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami melaksanakan shalat jenazah padanya dan menguburnya: saat matahari terbit hingga terangkat, saat tengah hari hingga gelincir matahari, dan saat tenggelam matahari hingga tenggelam.‘ HR. Muslim.[10]

Ξ Membawa jenazah dan menguburkannya

[Disalin dari مختصر الفقه الإسلامي   (Ringkasan Fiqih Islam Bab : Ibadah العبادات ) Penulis : Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri  Penerjemah Team Indonesia islamhouse.com : Eko Haryanto Abu Ziyad dan Mohammad Latif Lc. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2012 – 1433]
_______
Footnote
[1] HR. Muslim no. 948
[2] HR. al-Bukhari no.3370, ini adalah lafazhnya, dan Muslim no. 406
[3] Shahih, HR. Abu Daud no. 3201, Shahih Sunan Abu Daud  no. 2741, dan Ibnu Majah  no. 1498, ini adalah lafazhnya, Shahih Sunan Ibnu Majah no. 1217
[4] HR. Muslim no. 963
[5] Shahih. HR. Abu Daud no.3202, Shahih Sunan Abu Daud no. 2742, Ibnu Majah no. 1499, ini adalah lafazhnya, Shahih Sunan Ibnu Majah 1218
[6] Hasan HR. al-Baihaqi no.6794. Lihat Ahkam al-Janaa`iz karya al-Albani  hal. 161
[7] HR. al-Bukhari no. 47, ini adalah lafazhnya, dan Muslim no. 945.
[8] HR. al-Bukhari no. 1327 dan Muslim no (951), ini adalah lafazhnya.
[9] HR. al-Bukhari no. 1315, ini adalah lafazhnya dan Muslim no. 944.
[10] HR. Muslim no.( 831)


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/85449-tata-cara-menshalatkan-jenazah.html